Thursday, April 30, 2009

Olahraga dan Belajar

Ada beberapa orangtua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak gerak itu tidak baik. Ada juga yang mengatakan bahwa kegiatan olahraga sehabis jam sekolah akan membuat anak menjadi letih dan malas belajar. Akibatnya nilai pelajaran sekolahnya akan jelek. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh pemahaman yang belum tepat tentang kaitan olahraga dengan kejiwaan seseorang. Beberapa riset belakangan ini menunjukkan bahwa pepatah Men Sana in Corpore Sano (dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang kuat) ternyata benar adanya. Selain itu juga diketahui bahwa kegiatan olahraga merupakan salah satu media yang bisa digunakan oleh orangtua untuk berkomunikasi dengan anaknya.

Masih ingat olahraga apa yang dulu Anda lakukan bersama teman-teman ? Ada yang berolahraga kasti, basket, sepakbola, badminton, pingpong dan lain-lainnya. Selain olahraga yang sungguh-sungguh, juga ada olahraga yang dikemas menjadi sebuah permainan. Misalnya tak benteng, tak kadal, main karet, galasin, panco, dsb. Masih ingat perasaan yang muncul pada waktu melakukan permainan tadi ? Apakah juga masih terbayang perdebatan yang kita lakukan dengan teman-teman dalam menegakkan aturan permainan ? Masih ingat bagaimana kita belajar memperbaiki kualitas permainan kita sehingga makin mahir ? Ya..dalam olahraga dan permainan pun tetap ada proses pembelajaran.

Secara fisiologis, otak membutuhkan supply darah dan oksigen untuk bekerja optimal. Olahraga (seperti aerobik) membantu memompa darah ke otak sehingga membawa nutrisi dan oksigen yang baik untuk mendukung proses kerja otak. Beberapa orang menyakini bahwa ada hubungan antara pikiran dan tubuh (mind and body connection). Hal ini juga terjadi dalam proses belajar. Dalam metode Quantum Learning dinyatakan bahwa semua proses belajar adalah STATE DEPENDENT (tergantung sikon pada diri seseorang). State seseorang dipengaruhi oleh tiga aspek yaitu : mental, emosional dan fisik. Olahraga bisa mempengaruhi 3 aspek tersebut sehingga mempengaruhi state seseorang dan pada akhirnya mempengaruhi belajarnya.

Apa saja manfaat olahraga?

Charles Hillman, dari Universitas Illinois, AS, membuktikan bahwa ada kaitan antara aktivitas fisik dan kerja otak. Saya jadi teringat seorang teman yang pernah bilang : kalau tubuhmu tidak bergerak, otakmu tidak beranjak (keren yak). Charles menemkan bahwa mereka yang tubuhnya paling sehat punya otak paling bugar.

Penelitian lain menemukan bahwa anak dan remaja yang berolahraga dan belajar dengan baik, memiliki nilai akademis yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukan aktivitas olahraga. Olahraga ternyata dapat meningkatkan daya kerja otak sehingga anak dan remaja menjadi lebih cerdas.

Hasil penelitian beberapa ilmuwan memperlihatkan bahwa orang-orang yang melakukan olahraga secara teratur memperlihatkan adanya pertumbuhan neuron syaraf baru pada otaknya. Sementara pada sel-sel syaraf tua akan membentuk jejaring (web) rapat dan saling terhubung sehingga membuat otak berjalan lebih cepat dan efisien

Olahraga juga ternyata menghalangi munculnya gangguan kognitif seperti: penyakit Alzheimer, Parkinson pada saat usia lanjut nanti.

Kalau melihat banyaknya manfaat seperti ini harusnya kita olahraga ya…tapi ya itu kok rasanya beraaaat banget …. Tapi kalau ada anak mungkin lebih semangat ya…

Sejak kapan anak dapat diperkenalkan kepada olahraga?

Beberapa ahli menyarankan untuk memperkenalkan olahraga pada anak sedini mungkin. Pilih jenis olahraga yang sesuai dengan tingkat usia anak, mulai dari yang individual dan sederhana dulu seperti senam-senam dengan lagu, main tendang bola, memasukkan bola ke keranjang, sampai yang lebih kompleks dan berkelompok badminton, basket, kasti, sepakbola, galasin, bentengan, dsb.

Bagaimana peranan orangtua dalam mengolahragakan anak ?

Agar anak mau berolahraga, pertama-tama buat anak senang berolahraga (mulai dari main tendang-tendangan bola, lihat pertandingan di TV, lihat film atau komik, dsb). Fasilitasi minat olahraga anak, sediakan beragam permainan atau membelikan peralatannya, memasukkan ke klub olahraga dll. Kegiatan ini dapat mengalihkan perhatian anak dari layar tv, bermain play station atau video games.

Penting juga bagi para orangtua untuk meluangkan waktu untuk bermain atau berolahraga bersama anak. Hal ini memang berat karena sebagai orangtua kadang-kadang kita kehabisan waktu dan tenaga karena urusan kantor dan urusan lainnya. Tapi kalau melihat manfaatnya, rasanya olahraga bersama anak cukup layak untuk dilakukan.

Dalam berolahraga bersama anak, ambillah peran sebagai coach (yang selalu memberikan support/semangat), atau penggembira (selalu berpartisipasi) dalam setiap kesempatan. Tidak perlu menghakimi anak atau menyalah-nyalahkan anak. Percayalah bahwa mereka bisa menemukan caranya sendiri yang benar untuk melakukan satu gerakan misalnya.

Dalam mengajari anak berolahraga, gunakan bahasa yang sederhana, jelas dan mudah dimengerti anak. Saya pernah mencoba mengajarkan anak bagaimana melakukan serve pada permainan bulutangkis. Memberi instruksi pada anak ternyata sangat menantang lho….dan kalau tidak sabar anak bisa-bisa menolak untuk belajar permainan ini.

Pastikan bahwa kita memberi penghargaan atas partisipasi dan usaha anak dalam mencoba kegiatan baru. Hal ini penting untuk memupuk motivasinya dalam berolahraga. Menurut saya, unsur motivasi sangat penting dalam berolahraga. Terus terang kalau harus memilih menggerakkan tubuh atau tidur, pasti lebih banyak yang memilih tidur.

Karena tiap anak memang berbeda-beda, orangtua diharapkan tidak melakukan perbandingan antara anak dengan anak lain yang lebih hebat. Ada anak yang mungkin mahir dalam olahraga lari. Ia tidak perlu dibandingkan dengan anak lain yang jago berenang.

Pernah juga saya melihat orangtua yang memaki wasit dalam sebuah pertandingan basket di depan anak-anaknya. Tentunya hal ini bukan menjadi tujuan dari olahraga itu sendiri. Selain pengembangan fisik, olahraga juga perlu mempertimbangkan penanaman nilai pada anak. Salah satunya adalah nilai sprotivitas.

Pernah juga ada anak yang dimarahi habis-habisan oleh orangtuanya setelah dan sepanjang permainan sepakbola. Anak dianggap tidak becus mengoper bola, mencetak gol dan sebagainya. Dalam hati saya bertanya-tanya, sebenarnya apa sih tujuan si Bapak memasukkan anaknya ke klub sepakbola ? Toh ini bukan klub profesional dan mereka masih anak-anak. Anak yang harusnya senang-senang dengan olahraganya malah jadi tertekan.

Wuih mudah-mudahan Anda tidak seperti itu.

Baiklah

Sudah terlalu lama saya duduk menulis nich..

Olahraga dulu ah….

Mariii….

No comments:

Post a Comment